Rahmat Sewa
Suraya**
Abstract
This study discusses the revitalization of tradition Kasalasa function
in shifting cultivation in the farming community of ethnic Muna. This study is
a culture that uses qualitative methods and analysis techniques-qualitative
descriptive and interpretative.
Based on the study, the function of tradition Kasalasa, gives us that so
many of the values, norms and customs of the functions contained in the
tradition that should be revitalized and can be a reference in the current
society Muna. Therefore Kasalasa traditions that are part of the oral tradition
Muna ethnic communities, especially farmers who live in Residential City Unit
Wuna need attention and remain preserved.
Kata Kunci : Tradisi
Kasalasa, Revitalisasi, Petani, Etnis Muna.
Penelitian ini membahas
revitalisasi fungsi tradisi Kasalasa dalam
perladangan berpindah pada komunitas petani etnis Muna. Penelitian
ini
merupakan penelitian kebudayaan yang menggunakan metode kualitatif dan teknik
analisis deskriptif-kualitatif dan interpretatif.
Berdasarkan telaah, fungsi dari tradisi Kasalasa, memberikan gambaran kepada kita bahwa begitu banyak
nilai-nilai, norma-norma serta adat-istiadat yang terkandung di dalam fungsi
tradisi tersebut yang harus direvitalisasi dan dapat menjadi rujukan dalam kehidupan
masyarakat Muna saat ini. Oleh karena
itu tradisi Kasalasa yang
merupakan bagian dari tradisi lisan masyarakat etnis Muna khususnya petani yang
bermukim di Unit Pemukiman Kota Wuna perlu mendapat perhatian dan tetap
dilestarikan.
I. Pendahuluan
Budaya-budaya lokal di dalam era globalisasi ekonomi,
informasi, dan kultural dewasa ini
berada di dalam sebuah kondisi tarik menarik atau ‘tegangan’ (tension)
dalam kaitannya dengan berbagai tantangan dan pengaruh globalisasi,
yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan yang dilematis. Di satu pihak, globalisasi dilihat oleh budaya-budaya lokal sebagai
sebuah peluang bagi pengembangan potensi
diri dan keunggulannya dalam sebuah medan persaingan global yang kompleks; di
pihak lain globalisasi dilihat pula sebagai sebuah ancaman (threat) terhadap eksistensi dan keberlanjutan budaya lokal itu sendiri (Pilliang, 2005).
Kalau sistem budaya tidak cukup kuat
lagi untuk menjadi landasan sistem sosial, maka perubahan
akan terjadi. Pada lapisan
material kebudayaan akan
muncul semacam entropi kebudayaan, di mana sistem nilai
kebudayaan bersangkutan tidak mati,
tetapi kehilangan dayanya untuk
memotivasi dan mengontrol sistem sosial yang ada. Perubahan-perubahan
itu terjadi dan akan mempengaruhi sistem budaya masyarakat termasuk tradisi
yang ada di masyarakat (Kleden, 1987 : 239).
Kearifan lokal
sebagai bagian dari tradisi dapat diperhitungkan sebagai realitas nilai budaya
alternatif dalam kehidupan global berada dalam dua sistem budaya yang harus
dipelihara dan dikembangkan, yakni sistem budaya nasional dan sistem budaya
lokal. Nilai budaya nasional berlaku secara umum untuk seluruh bangsa,
sekaligus berada di luar ikatan budaya lokal mana pun. Nilai-nilai kearifan
lokal tertentu akan bercitra Indonesia karena akan dipadu dengan nilai-nilai
lain yang sesungguhnya diwariskan dari nilai-nilai budaya lokal.
Tradisi
memegang peranan penting dan strategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
karena tradisi sebagai salah satu bentuk budaya lokal yang memiliki hubungan batin dengan para pewarisnya dan diyakini
dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat pendukungnya. Tradisi memiliki peranan penting dan fungsi untuk menguatkan
ketahanan budaya bangsa. Hanya saja,
seiring perkembangan zaman, kian
banyak tradisi yang mulai hilang dan
untuk melestarikannya harus memerlukan
waktu dan keahlian tersendiri untuk mengiventarisir dan mengkaji
berbagai tradisi yang ada di masyarakat.
Masyarkat etnis Muna memiliki tradisi yang dikenal dengan Kasalasa dalam hubungan dengan
perladangan berpindah. Tradisi Kasalasa merupakan
kearifan lokal dalam perladangan berpindah yang telah ada sejak dahulu kala
sebelum masuknya ajaran Islam di Pulau Muna (Malik, 1997 : 78-79). Tradisi ini
telah dilakukan dalam upaya untuk memohon keselamatan dalam kehidupan
serta memohon keberhasilan dalam
perladangan yang ditujukan kepada mahluk halus, roh-roh leluhur serta menjaga
kelestarian lingkungan.
Tradisi Kasalasa merupakan kearifan lokal yang
dilakukan oleh etnis Muna dalam memulai setiap kegiatan perladangan berpindah,
merupakan suatu kekuatan kultural yang
telah mengkristal dalam diri setiap petani. Prosesi ini dilakukan oleh petani
pada awal membuka ladang baru untuk pertanian. Kasalasa dilakukan oleh sejumlah petani yang akan membuka lahan
baru yang dipimpin oleh seorang dukun (parika)
yang dilengkapi dengan berbagai perlengakapan sebagai syarat dalam pelakasanaan
ritus. Kasalasa dilakukan oleh
komunitas petani dengan maksud untuk mendapatkan keselamatan dalam kegiatan
berladang. Prosesi Kasalasa merupakan sebuah ritus yang harus
dilakukan petani untuk memulai kegiatan perladangannya.
Seiring dengan
perkembangan zaman dan penyebaran ajaran agama khususnya masuknya ajaran agama
Islam turut mempengaruhi atau
mengubah perilaku masyarakat etnis Muna terhadap eksistensi
nilai-nilai tradisi Kasalasa. Ajaran
agama Islam telah mempengaruhi seluruh sendi kehidupan masyarakat. Etnis Muna lebih taat pada ajaran agama Islam dan perlahan-lahan tradisi yang menjadi
norma panutan masyarakat adat perlahan-lahan mulai longgar. Hal ini merupakan dilema dan pilihan
masyarakat menyangkut dengan
legalitas mereka sebagai umat Islam, sehingga tradisi Kasalasa turut terancam, masyarakat
lebih patuh kepada ajaran yang disiarkan
oleh para ulama dari pada norma-norma tradisi
setempat.
Kenyataannya
dewasa ini tradisi Kasalasa tersebut
tidak lagi dilakukan oleh sebagaian komunitas petani yang ada di Kabupaten
Muna. Generasi muda tidak lagi memahami
tentang fungsi yang terkandung dalam tradisi tersebut. Sehingga dengan
demikian tradisi Kasalasa tersebut
lambat laun akan ditinggalkan dan tidak dikenal lagi oleh etnis Muna sebagai pemilik budaya tersebut
(Suraya : 2011). Berdasarkan fenomena tersebut, maka perlu dilakukan upaya
revitalisasi untuk tradisi Kasalasa yang
dilakukan dalam wujud penelitian dengan judul : Revitalisasi Fungsi Tradisi Kasalasa dalam Kehidupan Masyarakat
Muna. (Studi pada Komunitas Petani Etnis Muna).
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kebudayaan yang menggunakan
metode kualitatif dan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Mengikuti pendapat
Muhadjir (1994 : 49); Mariyah (2009) bahwa metode kualitatif merupakan suatu
strategi penelitian yang menghasilkan keterangan atau data yang dapat
mendiskripsikan realitas sosial, dan kejadian-kejadian yang terkait dengan
kehidupan masyarakat, sejarah, perilaku, fungsionalisasi organisasi, hubungan
kekerabatan, dan pergerakan-pergerakan sosial. Dengan demikian, penekanannya
bukan pada pengukuran, akan tetapi lebih pada penjelasan yang bersifat holistik
sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kajian budaya, yakni
pendekatan etnografi, tekstual, dan resepsi (Barker, 2006 : 29).
3. Hasil dan
Pembahasan
Revitalisasi Fungsi Tradisi Kasalasa dalam
Perladangan Berpindah Masyarakat Etnis Muna
Tradisi
Kasalasa dalam sistem perladangan
berpindah merupakan wadah untuk mewujudkan kearifan lokal masyarakat petani di Unit Pemukiman Kota
Wuna mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kelangsungan hidup mereka. Fungsi-fungsi tersebut pada hakekatnya dapat dibagi dua yaitu : 1) fungsi manifes atau over (yang
diharapkan atau fungsi tampak) dan 2)
fungsi laten (yang tidak diharapkan atau
fungsi terselubung).
A. Fungsi Manifes atau Over
1. Fungsi
Religius (Penghormatan Terhadap Maha Pencipta, Roh Halus, dan Leluhur)
Menurut
Munandar (1990) sesungguhnya tradisi megalitik tidak semata-mata hanya menghormati dan memuja roh nenek moyang, walaupun kultus terhadap nenek moyang terbukti sangat kuat dirasakan oleh masyarakat di Unit Pemukiman Kota Wuna. Hal ini
terbukti dengan aktivitas masyarakat yang melakukan penghormatan kepada leluhur
mereka dengan berziarah kubur dalam setiap tahunnya, bahkan anggapan masyarakat
tentang adanya kesaktian yang terdapat pada beberapa kuburan nenek moyang
mereka. Namun demikian, bagi masyarakat,
hal ini juga difungsikan secara praktis untuk perbaikan-perbaikan dalam kehidupan seperti mengharpkan hasil panen yang lebih baik,
terhindar dari bencana alam atau wabah penyakit, mepemperoleh keberuntungan
dan pengungkapan rasa syukur (Setiawan 2000).
Tradisi
Kasalasa bagi masyarakat petani di
Unit Pemukiman Kota Wuna merupakan salah satu kepercayaan tradisional yang
bersumber dari nenek moyang mereka secara turun temurun yang di dalamnya
terkandung beranekaragam fungsi yang mempunyai nilai dalam berbagai dimensi
kehidupan masyarakat.
Herusatoto
(1984 : 89) mengemukakan fungsi serta maksud dilaksanakan suatu upacara seperti
halnya dalam tradisi Kasalasa adalah
untuk menghindarkan atau menjauhkan diri dari gangguan roh-roh jahat dan dapat
perlindungan dari roh atau arwah para leluhur”.
Berdasarkan
uraian di atas penulis menunjukkan beberapa fungsi sehubungan dengan pantangan
dari pelaksanan tradisi Kasalasa dalam
kehidupan masyarakat di Unit Pemukiman Kota Wuna berdasarkan hasil
wawancara di lokasi penelitian.
Tradisi
Kasalasa yang dilakukan masyarakat
petani pada umumnya sebagai usaha manusia untuk memenuhi hasratnya untuk
berkomunikasi dengan kekuatan adikodrat (supernatural), karena di dalamnya
terdapat nilai-nilai atau simbol-simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi
yang bersifat sakral dengan unsur-unsur yang bersifat profan sebagai pola bagi
kelakuannya yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat yang bersangkutan.
Demikian
pula halnya masyarakat di Unit Pemukiman Kota Wuna, mereka dalam mengadakan
hubungan baik dengan dunia lain mereka sangat mengutamakan motivasi dan emosi
keagamaan dalam memanifestasikan
keinginannya. Hal ini terlihat dalam asumsi mereka di dalam dunia di
lingkungan mereka berada juga dihuni oleh roh-roh yang akan mengganggu terhadap
eksistensi kehidupan mereka.
Menurut
mereka ketika dalam memulai atau memasuki suatu daerah tertentu yang sudah lama
ditinggalkan manusia, maka sudah tentu tempat akan dihuni oleh roh-roh halus
atau arwah para leluhur. Sehingga dengan demikian hal tersebut di atas kampung (Liwu) yang masyarakat tempati sudah
dirusak atau dicemari oleh masyarakat itu sendiri.
Oleh karena
itu dengan melakukan pantangan (tabu-tabu)
yang menurut kepercayaan mereka tidak boleh dilakukan karena akan merusak
kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga setiap tahunnya di Unit Pemukiman
Kota Wuna diadakan upacara Kasalasa untuk
mensucikan liwu (kampung) mereka, dan
menekankan kepada masyarakat untuk tidak berbuat hal-hal yang tidak
diperbolehkan seperti pantangan-pantangan yang telah dijelaskan sebelumnya
karena akan merusak tujuan dari tradisi Kasalasa.
Salah satu
upaya mereka untuk menjalin hubungan baik dengan roh-roh halus atau roh nenek
moyang adalah melalui upacara keagamaan yaitu melakukan Kasalasa.
Melalui pelaksanaan tradisi tersebut
terjalin hubungan kerjasama yang erat diantaranya sebagai buktinya adalah saat
pelaksanaan Kasalasa terdapat tanda atau isyarat yang dilakukan Parika
dengan memanggil roh-roh halus seperti jin untuk makan, minum dan merokok
terhadap sesajean yang mereka siapkan dan mengarahkan agar tidak melakukan
hal-hal yang tidak disenangi roh-roh halus penghuni tempat itu. Hal ini sesuai
dengan isi mantra dalam Kasalasa sebagai berikut :
Ihintu Djini kapute, Ihintu Djini Kadea, Ihintu
Djini Mongkolo
Mai fuma, mai mesoso, mae mepana,
Lahae-lahae sokumahemba-hembano, somodaino niati
newite aini
Naondawu wuluku setangke, nabonsulikie arantangke.
Naondawu aratangke wuluku nabonsulukie atolutangke
Naondawu atolutangke wuluku nabonsulukie fatotangke
Naorepu na osaka naghefi-ghefi, naeghabu-ghabu
Tambulao fotuno wewiteno naraka.
Artinya :
Kamu Jin
Putih, Kamu Jin Merah, Kamu Jin Hitam
Datang makan,
datang merokok, datang makan sirih
Siapa-siapa
yang tidak baik sifatnya, yang buruk niatnya di tanah ini
Gugur rambutku
sehelai, digantikan dua helai
Gugur dua
helai, tergantikan tiga helai
Gugur tiga
helai, digantikan empat helai
Akan mati, terbelah
hancur seperti kapur, seperti debu
Terjungkir
kepalanya, di dalam neraka.
Berdasarkan
mantra di atas, seorang dukun membacakan agar jin atau roh halus, serta leluhur
yang mendiami lahan yang akan mereka olah sebagai tempat berladang, tidak
mengganggu mereka. Menurut kepercayaan mereka hal ini dilakukan sebagai
penghormatan terhadap roh-roh halus penghuni tempat itu agar kelak nanti mereka
berkebun/berladang akan mendapat perlindungan dari roh-roh halus.
2. Fungsi Sosial
Sudisantoso
(1981 : 28) fungsi upacara tradisional dapat dilihat dari kehidupan sosial
masyarakat pendukungnya, keyakinan adanya pengendalian sosial (sosial
control), media sosial (sosial media), norma sosial (sosial
standart) dan pengelompokan sosial (sosial aligment). Dengan mengacu
pendapat Sudisantoso di atas, di bawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi
tersebut dalam Tradisi Kasalasa.
Fungsi sosial yang terdapat dalam kearifan lokal tradisi Kasalasa adalah sebagai berikut :
a.
Sebagai Norma Pengendalian Sosial
Seperti diketahui dalam pelaksanaan
upacara terdapat pantangan-pantangan yang harus dihindari oleh setiap warga
tani. Pantangan-pantangan tersebut mempunyai makna positif. Karena mengandung
norma atau aturan yang mencerminkan nilai atau
asumsi yang baik dan buruk, perintah dan larangan sehingga dapat dipakai
sebagai control sosial dan pedoman prilaku bagi masyarakat pendukungnya.
Dalam pantangan Kasalasa terdapat pesan-pesan dan nilai-nilai luhur yang ditunjukan
kepada masyarakat Unit Pemukiman Kota Wuna. Nilai aturan dan norma ini tidak
saja berfungsi sebagai pengatur prilaku antar individu dalam masyarakat tetapi
juga menata hubungan manusia dengan alam lingkungannya dan terhadap Tuhan dan
roh-roh halus.
b.
Sebagai Media Sosial
Tradisi Kasalasa mempunyai fungsi sebagai media sosial yaitu sebagai obyek
sikap emosional yang menghubungkan masa lampau dan masa sekarang, sebab tradisi
Kasalasa dipakai untuk melihat
kembali apa yang dilakukan oleh leluhurnya sampai sekarang masih dilanjutkan
oleh generasi penerusnya. Sebagai media sosial, tradisi tersebut juga dipakai
untuk mengutarakan pikiran, perasaan, kepentingan dan kebutuhan hajad hidup
orang banyak. Pesan, harapan, nilai atau nasehat yang disampaikan melalui
tradisi itu mendorong masyarakat masih mematuhi warisan parah leluhurnya.
Dilakukannya Kasalasa secara kolektif, pada suatu tempat yang telah ditentukan,
memungkinkan para petani yang mengolah
kebun secara bersama-sama akan berkumpul dan saling bertukar pikiran. Olehnya
itu dari setiap pelaksanan Kasalasa menjadi
media bagi warga petani untuk bercerita, bekumpul dan bertukar pikiran.
3.
Fungsi Konservasi dan
Pelestarian Sumber Daya Alam (SDA)
Kearifan
lokal tradisi Kasalasa dalam
perladangan berpindah sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan sumber
daya alam hayati. Sebab tradisi Kasalasa dalam
kegaiatan perladagan bepindah terdapat sejumlah
pengetahuan berupa aturan, adat istiadat, larangan dan sanksi dalam
pengolahan lahan pertanian yang
ditaati oleh warga petani peladang
berpindah, khususnya dalam hal pemilihan
lahan pertanian, perawatan lahan
perladangan dan setelah hasil panen hasil
ladang.
Sehubungan
dengan konservasi dan pelestarian sumber daya alam dalam tradisi Kasalasa mengacu pada
aturan-aturan atau cara-cara yang dilakukan untuk menjaga serta
meningkatkan kesuburan tanah. Hal
ini dilakukan disebabkan karena terbatasnya lahan yang digunakan untuk
berladang berpindah. Sedangkan perawatan sesudah digunakan meliputi aturan-aturan atau cara-cara untuk memulihkan kembali kesuburan tanah setelah digunakan untuk berladang selama
jangka waktu tertentu.
Aturan-aturan maupun cara-cara
tersebut meliputi :
1.
Larangan menebang pohon ke dalam
hutan bakal ladang.
2.
Larangan
mengembala ternak di hutan bakal ladang.
3.
Larangan Membakar Hutan Bakal Ladang
4.
Kewajiban menghutankan kembali bekas ladang.
B. Fungsi Laten
1.
Membangun Solidaritas Sesama Petani
Sebagai mahluk sosial, manusia
senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Begitu pula halnya dengan
masyarakat petani yang bermukim di Unit Pemukiman Kota Wuna. Interaksi antara
petani yang satu dengan petani yang lainnya merupakann suatu fenomena
sosial yang ditemukan di wilayah tersebut, sebab segala sesuatu
aktivitas yang baik itu dalam kehidupan bermasayarakat maupun yang berhubungan
dengan kegiatan perladangan dilakukan secara bersama-sama.
Sesuai dengan fungsi laten,
kearifan lokal tradisi Kalasala dalam
perladangan berpindah secara tidak
langsung dapat memberikan manfaat yang besar bagi petani yang ada di Unit Pemukiman Kota Wuna. Tradisi kasalasa yang telah dilakukan secara
turun temurun seringkali dilakukan secara kolektif dengan cara saling tolong
menolong sejak dilakukannya pengolahan lahan hingga pada pemetikan hasil panen.
2.
Fungsi Ekonomi
Salah satu komoditas andalan yang ditanam oleh petani di Unit Pemukiman
Kota Wuna adalah jagung. Selain tanaman jagung juga ditanam berbagai tanaman
palawija lainnya seperti tomat, kacang panjang dan berbagai jenis tanaman
lainnya yang dapat bernilai ekonomi.
Kearifan Kasalasa dalam tradisi perladangan berpindah dilakukan oleh petani
dengan harapan berbagai macam tanaman yang mereka tanam dapat berhasil, tidak
mendapat gangguan baik itu serangan hama
tanaman, maupun serangan binatang liar, dan bahkan juga adanya gangguan dari
roh-roh halus yang menyerang tanaman sehingga tanaman yang ditanam menjadi kerdil.
Tradisi Kasalasa memberikan semangat bagi para petani, bahwa jika setelah
melakukan Kasalasa maka tanaman yang
mereka tanam akan jauh dari gangnguan-gangguan yang bisa merusak tanaman.
Dengan kepercayaan diri mereka, semangat untuk menanam sangat tinggi. Dengan
demikian hasil tanam yang mereka peroleh pula semakin banyak sehingga
mendapatkan keuntungan ekonomi dari hasil penjualan komoditas hasil tanam mereka.
IV. Penutup
1. Kesimpulan
Tradisi Kasalasa dapat berfungsi sebagai
penghormatan kepada Maha Pencipta, Roh halus berupa jin dan setan yang
dianggap sebagai penguasa lahan yang akan dijadikan lahan perladangan bahkan
akan mengganggu keselamatan jiwa petani dan tanaman. Selain itu tradisi Kasalasa berfungsi sosial, dimana
pelaksanan tradisi ini dapat dijadikan sebagai alat untuk pengendalian sosial
yang dapat mengontrol tindakan dan perilaku petani dan juga dapat dijadikan
sebagai media sosial di antara petani. Dengan acara Kasalasa petani dapat berkumpul bersama untuk bertukar pikiran
bersenda gurau dan sebagai ajang untuk ekspresi diri dalam kaitannya dengan
kegiatan perladangan berpindah. Fungsi lain yang dapat diperoleh dari kearian
lokal Kasalasa adalah terbangunnya
jiwa solidaritas di antara sesama kaum petani, rasa rendah diri, saling hormat
menghormati senantiasa selalu terbina sesuai dengan tuntutan atau himbauan
dalam batata yanga dibacakan dalam
mantera Kasalasa. Satu hal yang
terpenting dalam pelaksanaan Tradisi Kasalasa,
yakni adanya rasa percaya diri para petani akan terhindar dari bahaya sehingga meningkatkan
etos kerja dalam berladang. Dari etos kerja yang tinggi, akan mendaptkan hasil
yang banyak sehingga dapat menyokong perekonomian mereka, sebab mereka akan
mendapatkan keuntungan ekonomi dari penjualan hasil tanam mereka.
2. Saran – Saran
Ilmu
pengetahuan dan teknologi modern yang
berasal dari Barat, bersifat
progresif dan mengedepankan nilai
ekonomi, logika rasional cenderung menggeser keberaadaan kearifan lokal budaya suku-suku bangsa yang telah diterapkan
dan diwariskan secara turun-temurun. Akibat pergeseran tersebut saat ini tidak
sedikit di dalam budaya suku bangsa sudah mengalami apa yang disebut dengan culture log (kesenjangan budaya). Karena
itu berbagai kearifan lokal yang potensial dan relevan bagi penguatan
identitas, pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, konservsai sumber daya
alam, perlu direvitalisasi, dikaji dan
dipublikasikan dalam upaya
pelestarian dan pengembangan kebudayaan
daerah serta pengembangan tradisi lisan nusantara.
Daftar Pustaka
Abdullah, Irwan, dkk. 2008. Agama dan
Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ardana, I Ketut. 2004. “Kesadaran Kolektif
Lokal dan Identitas Nasional dalam Proses Globalisasi” dalam I Wayan Ardika dan
Darma Putra (ed). Politik Kebudayaan dan
Identitas Etnik. Bali: Fakultas Sastra Universitas Udayana dan Balimangsi
Press.
Barker, Chris. 2006. Cultural Studies : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Budi,
Santoso, S. 1989. Kebudayaan Tradisional
dan Fungsinya pada masa kini. Jakarta : Depdikbud
Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Kleden, Ignatius. 1996.
Pergesarn Nilai Moral, Perkembangan Kesenian dan Perubahan Sosial. Kolom 8,
5-6.
Malik,
Luthfi Muh. 1997. Islam dalam Budaya
Muna. Suatu Ikhtiar Menatap Masa Depan. Ujung
Pandang : PT. Umitoha Ukhuwah Grafika.
Mariyah, Emililiana, 2009. “Pemahaman Proses Penelitian
dan Metodologi Kajian Budaya”. Makalah disampaikan dalam Ceramah Program
Pendidikan Magister (S2) Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
Bali, tanggal 15 Agustus 2009. Denpasar. (makalah) : Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta:Bumi
Aksara.
Merton,
Robert. 1975.”Structural Analysis in
Sociology”. Approach To The Study Of
Social Structur, Edited by Peter Blau. Ny : Free Press.
Moleong, J. Lexy. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhadjir , Noeng.1994, Metodologi Penelitian Kualitatif. Telaah Positivistik, Rasionalistik,
Phenomenalogik, Realism Metaphisik. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Nasikun.
1995. Sistem Sosial di Indonesia. Jakarta
: PT. Grafindo Persada.
Piliang Yasraf Amir, 2004. Dunia yang Dilipat, Tamasya Batas-Batas
Kebudayan. Yogyakarta: Jalasutra.
----------------------------.
2005. Menciptakan
Keunggulan Lokal Untuk Merebut Peluang Global : Sebuah Pendekatan Kultural. Makalah
disampaikan pada seminar “Membedah Keunggulan Lokal dalam Konteks Global”. ISI
Denpasar.
Sanderson, Stephen K. 2003. Makro Sosiologi Sebuah Pendakatan Terhadap Realitas Sosial. Edisi Kedua, Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik: Antropologi Linguistik atau Linguitik Antropologi. Medan:
Penerbit Poda.
Spradley. 1997, Metode
Etnografi. Jogyakarta : PT. Tiara Wacana.
Suraya Rahmat Sewa. 2011. Kearifan Lokal Tradisi
Kasalasa dalam Perladangan
Berpindah pada Komunitas Petani Etnis
Muna
Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Denpasar : Fakultas
Sastra Universitas Udayana, Program Magister (S2) Kajian Budaya.
Terima kasih...
BalasHapusSangat bermanfaat..
Di tunggu Blog selanjutnya.... !!!!
Titanium White octane 1.6 lb black aluminum, powder - Tithanium Art
BalasHapusThe Tethanium White® Aluminum Aluminum powder has the properties of titanium desired 출장샵 consistency. titanium dab nail In the apple watch titanium powder, you titanium exhaust tubing will have high quality powder from the highest quality $14.95 · In stock